Minggu, 13 Januari 2013

Press Release Aksi Simpatik SP SCTV





AKSI SIMPATIK SP SCTV
(STOP DISKRIMINASI, STOP INTIMIDASI, STOP PEMAKSAAN PHK)

Tahun 2012 merupakan tahun keprihatinan bagi para pekerja tetap di lingkungan stasiun Surya Citra Televisi (SCTV). Tahun ini menjadi pembuktian makin diterapkannya konsep flexibility labor market (pasar kerja fleksibel) oleh manajemen SCTV, yang dengan gegap-gempita memaksakan praktik outsourcing secara salah kaprah terhadap para pekerja tetap di sejumlah divisi. Konsep itu secara terbuka memberlakukan aturan “mudah merekrut dengan upah murah dan mudah mem-PHK dengan biaya murah”. Para pekerja tetap hanya dijadikan dan diposisikan sebagai sapi perah atau alat produksi, yang akan diperas habis-habisan di usia produktif dan akan dibuang seketika ketika dianggap tidak produktif.
Lebih jauh lagi, konsep flexibility labor market itu juga diaplikasikan secara kasar dan semena-mena, dengan melakukan diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 159 pekerja tetap dari Divisi General Services pada Juni 2012. Walhasil, sekitar 119 pekerja tetap berhasil di-PHK dan diberikan “bonus” berupa dipekerjakan kembali dengan status sebagai pekerja outsourcing, sedangkan 40 pekerja tetap lainnya memilih menolak dan hingga kini kasusnya belum tuntas.
Dalam situasi berbeda, manajemen SCTV melalui jajaran pimpinan di tingkat divisi dan departemen, juga sangat aktif menjalankan strategi komodifikasi media yang mengonsepkan khalayak, organisasi, pekerja, dan isi media sebagai komoditas. Di tingkat komodifikasi pekerja, strategi itu diterjemahkan dengan membangun kondisi ketidaknyamanan, bahkan hingga mengarahkan ke satu modus: diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK, terhadap seluruh pekerja tetap, termasuk pekerja tetap dari kalangan kreatif dan jurnalis televisi. Bagi pekerja tetap yang tidak kuat, maka mereka memilih mengundurkan diri. Sementara bagi pekerja tetap yang lebih kuat dan memilih bertahan, maka ia akan menerima perlakuan “khusus” yang mengarah pada penurunan kinerja. Pada tahap berikutnya, rancangan kesalahan yang melibatkan HRD pun terjadi dan memaksa pekerja tetap tersebut mengundurkan diri.
Lebih jauh lagi, strategi komodifikasi media itu juga diaplikasikan secara kasar dan semena-mena, dengan melakukan diskriminasi, intimidasi, dan keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap seorang jurnalis Liputan 6 pada pertengahan Desember 2012, dan tanpa pesangon sepeser pun. Bahkan, penolakan atas keputusan itu justru dibalas pihak HRD dengan menawarkan pesangon yang merujuk pada Pasal 156 Ayat 2, 3, dan 4, serta tetap bersikeras tidak membayarkan upahnya. Padahal Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa pekerja yang tengah terlibat perselisihan PHK harus tetap menerima upah.
Terkait pelaksanaan praktik-praktik diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK (bahkan PHK sepihak), pihak HRD juga terbiasa menggunakan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan tafsiran mana suka untuk mementahkan pembelaan para pekerja. Cara ini bukan hanya merupakan pembodohan terhadap para pekerja, tetapi juga pelecehan terhadap ketentuan hukum.
Bagi SP SCTV, peristiwa-peristiwa di atas bukan sekadar persoalan-persoalan ketenagakerjaan dengan segala implikasi hukumnya, tapi juga merupakan persoalan kemanusiaan. Pada wilayah tersebut pekerja bukan lagi dianggap sebagai manusia dengan segala kesempurnaannya, tapi tak lebih dari sapi perah atau komoditas tanpa hak dan masa depan. Dan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan penjajahan manusia atas manusia.
Beranjak dari keprihatinan dan tekad untuk menghentikan kesewenang-wenangan perusahaan dalam penanganan sumber daya manusia-nya, SP SCTV menuntut manajemen SCTV:
1.      Agar segera MENCABUT SURAT KEPUTUSAN SKORSING SECARA SEPIHAK TERHADAP 40 PEKERJA TETAP DIVISI GENERAL SERVICES dan SEGERA MEMPEKERJAKAN KEMBALI.
2.      Agar segera MENCABUT SURAT KEPUTUSAN PHK SEPIHAK TERHADAP SEORANG JURNALIS LIPUTAN 6 dan SEGERA MEMPEKERJAKAN KEMBALI.
3.      Agar segera MENGHENTIKAN PRAKTIK-PRAKTIK DISKRIMINASI, INTIMIDASI, DAN PEMAKSAAN PHK KEPADA SELURUH PEKERJA TETAP.
4.      Agar segera MENGHENTIKAN KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN TENAGA OUTSOURCING DAN TENAGA KERJA DENGAN UPAH MURAH.
Apabila pihak manajemen SCTV tidak menggubris tuntutan-tuntutan tersebut, maka:
1.      Pengurus SP SCTV bertekad akan terus melakukan perlawanan secara hukum, baik melalui jalur penyelesaian perselisihan hubungan industrial maupun melalui jalur pidana.
2.      Melakukan kampanye ke berbagai lembaga yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan media, untuk mengabarkan kesewenang-wenangan perusahaan dan meminta untuk memberikan tekanan kepada manajemen SCTV, agar menghentikan praktik-praktik kotor tersebut.
3.      Melakukan aksi besar-besaran bersama para pekerja yang tergabung dengan serikat pekerja di bawah afiliasi DPP ASOSIASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA (ASPEK INDONESIA) dan KONFEDERASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA (KSPI), serta konfederasi serikat pekerja lain, sebagai unjuk keprihatinan atas kesewenang-wenangan manajemen SCTV.
4.      Memublikasikan seluruh pernyataan, kegiatan, dan aksi yang terkait dengan upaya melawan praktik-praktik diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK itu, baik melalui media yang dikelola oleh SP SCTV maupun dengan meminta dukungan rekan-rekan dari media lain.


Jakarta, 14 Januari 2013
Serikat Pekerja SCTV


Agus Suhada  (Ketua Umum)
Muhammad Eka Rizki (Sekretaris I)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar