AKSI SIMPATIK SP SCTV
(STOP DISKRIMINASI, STOP INTIMIDASI, STOP PEMAKSAAN PHK)
Tahun 2012 merupakan
tahun keprihatinan bagi para pekerja tetap di lingkungan stasiun Surya Citra
Televisi (SCTV). Tahun ini menjadi pembuktian makin diterapkannya konsep flexibility
labor market (pasar kerja fleksibel) oleh manajemen SCTV, yang dengan
gegap-gempita memaksakan praktik outsourcing secara salah kaprah
terhadap para pekerja tetap di sejumlah divisi. Konsep itu secara terbuka
memberlakukan aturan “mudah merekrut dengan upah murah dan mudah mem-PHK dengan
biaya murah”. Para pekerja tetap hanya dijadikan dan diposisikan sebagai sapi
perah atau alat produksi, yang akan diperas habis-habisan di usia produktif dan
akan dibuang seketika ketika dianggap tidak produktif.
Lebih jauh lagi,
konsep flexibility labor market itu
juga diaplikasikan secara kasar dan semena-mena, dengan melakukan diskriminasi,
intimidasi, dan pemaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 159 pekerja
tetap dari Divisi General Services
pada Juni 2012. Walhasil, sekitar 119 pekerja tetap berhasil di-PHK dan diberikan “bonus”
berupa dipekerjakan kembali dengan status sebagai pekerja outsourcing,
sedangkan 40 pekerja tetap
lainnya memilih menolak dan hingga kini kasusnya belum tuntas.
Dalam situasi berbeda, manajemen SCTV melalui jajaran pimpinan di
tingkat divisi dan departemen, juga sangat aktif menjalankan strategi komodifikasi
media yang mengonsepkan khalayak, organisasi, pekerja, dan isi media
sebagai komoditas. Di tingkat komodifikasi pekerja, strategi itu diterjemahkan
dengan membangun kondisi ketidaknyamanan, bahkan hingga mengarahkan ke satu
modus: diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK, terhadap seluruh pekerja tetap, termasuk pekerja tetap dari kalangan kreatif dan jurnalis televisi.
Bagi pekerja tetap yang tidak
kuat, maka mereka memilih mengundurkan diri. Sementara bagi pekerja tetap yang lebih kuat dan memilih bertahan, maka
ia akan menerima perlakuan “khusus” yang mengarah pada penurunan kinerja. Pada
tahap berikutnya, rancangan kesalahan yang melibatkan HRD pun terjadi dan memaksa
pekerja tetap tersebut
mengundurkan diri.
Lebih jauh lagi, strategi
komodifikasi media itu juga
diaplikasikan secara kasar dan semena-mena, dengan melakukan diskriminasi,
intimidasi, dan keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap
seorang jurnalis Liputan 6 pada pertengahan Desember 2012, dan tanpa pesangon
sepeser pun. Bahkan, penolakan atas keputusan itu justru dibalas pihak HRD
dengan menawarkan pesangon yang merujuk pada Pasal 156 Ayat 2, 3, dan 4, serta
tetap bersikeras tidak membayarkan upahnya. Padahal Undang-undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan bahwa pekerja yang tengah terlibat
perselisihan PHK harus tetap menerima upah.
Terkait pelaksanaan praktik-praktik diskriminasi, intimidasi, dan
pemaksaan PHK (bahkan PHK sepihak), pihak HRD juga terbiasa menggunakan
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan tafsiran mana
suka untuk mementahkan pembelaan para pekerja. Cara ini bukan hanya merupakan pembodohan terhadap para pekerja, tetapi juga pelecehan terhadap ketentuan
hukum.
Bagi SP SCTV, peristiwa-peristiwa di atas bukan sekadar
persoalan-persoalan ketenagakerjaan dengan segala implikasi hukumnya, tapi juga
merupakan persoalan kemanusiaan. Pada wilayah tersebut pekerja bukan lagi dianggap sebagai manusia dengan
segala kesempurnaannya, tapi tak lebih dari sapi perah atau komoditas tanpa hak
dan masa depan. Dan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan penjajahan
manusia atas manusia.
Beranjak dari
keprihatinan dan tekad untuk menghentikan kesewenang-wenangan perusahaan dalam
penanganan sumber daya manusia-nya, SP SCTV menuntut manajemen SCTV:
1. Agar segera MENCABUT
SURAT KEPUTUSAN SKORSING SECARA SEPIHAK TERHADAP 40 PEKERJA TETAP DIVISI
GENERAL SERVICES dan SEGERA MEMPEKERJAKAN KEMBALI.
2. Agar segera MENCABUT
SURAT KEPUTUSAN PHK SEPIHAK TERHADAP SEORANG JURNALIS LIPUTAN 6 dan SEGERA
MEMPEKERJAKAN KEMBALI.
3. Agar segera
MENGHENTIKAN PRAKTIK-PRAKTIK DISKRIMINASI, INTIMIDASI, DAN PEMAKSAAN PHK KEPADA
SELURUH PEKERJA TETAP.
4. Agar segera
MENGHENTIKAN KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN TENAGA OUTSOURCING
DAN TENAGA KERJA DENGAN UPAH MURAH.
Apabila pihak
manajemen SCTV tidak menggubris tuntutan-tuntutan tersebut, maka:
1. Pengurus SP SCTV
bertekad akan terus melakukan perlawanan secara hukum, baik melalui jalur
penyelesaian perselisihan hubungan industrial maupun melalui jalur pidana.
2. Melakukan kampanye ke
berbagai lembaga yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan media, untuk
mengabarkan kesewenang-wenangan perusahaan dan meminta untuk memberikan tekanan
kepada manajemen SCTV, agar menghentikan praktik-praktik kotor tersebut.
3. Melakukan aksi
besar-besaran bersama para pekerja yang tergabung dengan serikat pekerja di
bawah afiliasi DPP ASOSIASI SERIKAT PEKERJA INDONESIA (ASPEK INDONESIA) dan KONFEDERASI
SERIKAT PEKERJA INDONESIA (KSPI), serta konfederasi serikat pekerja lain,
sebagai unjuk keprihatinan atas kesewenang-wenangan manajemen SCTV.
4. Memublikasikan
seluruh pernyataan, kegiatan, dan aksi yang terkait dengan upaya melawan
praktik-praktik diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK itu, baik melalui
media yang dikelola oleh SP SCTV maupun dengan meminta dukungan rekan-rekan
dari media lain.
Jakarta, 14 Januari 2013
Serikat Pekerja SCTV
Agus Suhada (Ketua Umum)
Muhammad Eka Rizki (Sekretaris I)
Muhammad Eka Rizki (Sekretaris I)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar