Rabu, 30 Januari 2013

Manajemen SCTV Panik

Manajemen PT Surya Citra Televisi (SCTV) bukan hanya sembrono dan kekanak-kanakan tapi juga panik dalam menghadapi kasus perselisihan hubungan industrial dengan Bro Syaiful, jurnalis Liputan 6 yang menerima keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak dari pihak manajemen SCTV. "Sejumlah bukti menunjukkan indikasi pada kesimpulan itu," tegas Ahmad Fauzi dari Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (LBH Aspek Indonesia) di Jakarta, Rabu (30/1).

Ketika pihak manajemen SCTV tidak berhasil mengirimkan surat panggilan kepada Bro Syaiful, Fauzi merinci, pihak manajemen SCTV langsung melayangkan surat Keputusan PHK. "Dan ketika surat penolakan disampaikan secara tertulis dan lisan, bukannya merespon dengan menyelesaikan tahapan-tahapan penyelesaian perselisihan hak dan memberikan upah yang masih menjadi hak Bro Syaiful, mereka justru mentransfer uang pisah," jelasnya [baca: Manajemen SCTV Sembrono].

Untuk menutupi sikap kekanak-kanakan dan kesembronoannya, kata Fauzi, mereka pun menunjuk seorang kuasa hukum saat menerima undangan perundingan bipatrit dari pengurus Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) [baca: Hadapi Bipatrit, Manajemen SCTV Didampingi Kuasa Hukum]. "Sikap ini tak beda jauh seperti kantor mereka didatangi massa yang menyampaikan aspirasinya. Mereka mengundang sekitar 200 anggota Brimob dan diminta berjaga di depan kantor, sementara pihak manajemen bersembunyi di balik aparat keamanan," jelasnya [baca: SCTV Dihadiahi Pocong dan Keranda]

Jadi, kata Fauzi, kali ini mereka mencoba berlindung di balik jas kuasa hukumnya. "Mereka beruntung karena didampingi oleh kuasa hukum yang brilian dan sangat menguasai UU Ketenagakerjaan, sehingga keputusannya pun bisa diamini dan dianggap mutlak," tambahnya.

Di tempat yang sama, Direktur Eksekutif LBH Aspek Indonesia Singgih D Atmadja juga menyatakan kekagumannya kepada kuasa hukum yang ditunjuk oleh pihak manajemen SCTV. "Mereka memilih orang yang tepat dan membuat kami makin bersemangat untuk sesegera mungkin membawa kasus ini ke tingkat mediasi. Yang bikin saya kagum, kuasa hukum SCTV malah bernafsu langsung ke PHI," ujarnya.

Singgih yang mendampingi Tim Advokasi SP SCV dalam perundingan bipatrit itu enggan berkomentar terlalu jauh tentang hasil pertemuan. "Yang pasti, saya salut dan kagum kepada teman-teman dari SP SCTV. Bila kuasa hukum manajemen SCTV itu brilian, maka Tim Advokasi SP SCTV tergolong jenius!" tegasnya sambil mengacungkan dua jempolnya.

Sementara Ketua Umum SP SCTV Agus Suhanda juga menyatakan pujiannya kepada manajemen SCTV dan kuasa hukumnya. "Kami merasa dimuliakan karena Tim Advokasi SP SCTV diberi kehormatan untuk head to head dengan pengacara papan atas," katanya.

Dalam pertemuan kemarin, kata Agus, kami mencoba menyerahkan kembali uang pisah yang memang belum saatnya dikirimkan pihak manajemen SCTV kepada Bro Syaiful. "Mereka menolak dengan logika hukum yang luar biasa, namun kami malas membalasnya karena belum saatnya dan bukan tempatnya," tambahnya.

Pernyataan serupa juga dinyatakan Koordinator Tim Advokasi SP SCTV Sudirman. Menurutnya, kami beritikad baik dengan mendatangi SCTV Tower untuk mengembalikan uang pisah dan pihak HRD menjanjikan bahwa uang pisah akan diterima oleh Widodo (Pjs. Kadiv HRD SCTV, red) di kantor kuasa hukumnya [baca: Tim Advokasi SP SCTV Datangi SCTV Tower]. "Perundingan itu membuat kami berkeyakinan bahwa pihak manajemen SCTV memang tidak pernah memiliki itikad baik dalam setiap penyelesaian perselisihan dengan para pekerjanya," tekannya.

Tim Advokasi SP SCTV juga berkesimpulan, sejak awal pihak manajemen SCTV berniat menggiring masalah ini dari perselisihan hak menjadi perselisihan PHK melalui pengiriman surat Keputasan PHK secara sepihak dan uang pisah. "Lucunya, mereka menafsirkan perselisihan hak seperti yang disebutkan dalam surat undangan sebagai cara mendiskusikan hak (pesangon, pen). Mereka memang brilian dan layak mendapatkan hadiah duplikasi pocong dan keranda mayat," puji Sudirman.[]

Lihat juga video: KERANDA SCTV

Hadapi Bipatrit, Manajemen SCTV Didampingi Kuasa Hukum

Menghadapi perundingan biptrit dalam penyelesaian  hubungan industrial antara Bro Syaiful dan Manajemen Surya Citra Televisi (SCTV), pihak SCTV didampingi kuasa hukum dari Ranto P Simanjuntak & Partners. Kepastian itu didapatkan pengurus Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) setelah menerima undangan perundingan bipatrit dari kantor pengacara itu pada Selasa (29/1) lalu.

"Surat tertanggal 29 Januari 2013 merupakan tanggapan atas undangan yang kami layangkan ke pihak manajemen SCTV pada 25 Januari 2013 lalu untuk menerima kami pada 28 Januari 2013. Namun, mereka mengundurkan jadwal menjadi 30 Januari 2013 dan sekaligus memindahkan lokasi pertemuan ke kantor kuasa hukumnya," jelas Sekretaris I SP SCTV M Eka Rizki [baca: Tim Advokasi SP SCTV Datangi SCTV Tower].

Bagi pengurus SP SCTV, kata Eka, ini merupakan tantangan sekaligus kebanggaan karena pada kasus pertama yang kami tangani, kami langsung dihadapkan kepada kuasa hukum mereka. "Saya tidak tahu alasan penunjukkan itu, yang pasti, kami akan siap menghadapi siapa pun dan di mana pun," tegasnya.

Pengurus SP SCTV telah mengutus Agus Suhanda, M Eka Rizki, Sudirman, dan Erwin Projolukito sebagai Tim Advokasi Khusus SP SCTV yang menerima kuasa khusus dari Bro Syaiful. "Pada tingkat tripatrit dan PHI, kami akan terus mendampingi Bro Syaiful bersama teman-teman dari LBH Aspek Indonesia," tambah Eka.

Di tempat terpisah, Direktur Eksekutif LBH Aspek Indonesia Singgih D Atmadja menyatakan kekagumannya atas kiprah SP SCTV. "Tim Advokasi SP SCTV harus menjadi tonggak keberadaan SP SCTV di kantor SCTV, sekaligus memperlihatkan kinerjanya dalam setiap penyelesaian hubungan industrial di stasiun televisi tersebut," jelasnya.

Karena itu, kata Singgih, LBH Aspek Indonesia akan terus memberikan dukungan penuh kepada Tim Advokasi SP SCTV dan juga pengurus SP SCTV. "Sekarang saatnya, para pekerja tetap SCTV bergabung bersama SP SCTV. Sekarang merupakan saatnya mereka berserikat, kecuali bila mereka ingin menjadi sasaaran pendzoliman dari pihak manajemen SCTV," tegasnya.

Singgih menunjuk kasus perselisihan hubungan industrial yang dialami oleh 40 pekerja tetap Divisi General Services SCTV dan seorang jurnalis Liputan 6. "Kiprah Tim Advokasi SP SCTV dalam mendampingi Bro Syaiful merupakan pembuktian dari manfaat berserikat di SCTV," katanya.[]

Tim Advokasi SP SCTV Datangi SCTV Tower

Tim Advokasi Serikat Pekerja Surya Citra Televisi (SP SCTV) mendatangi SCTV Tower di Jalan Asia Afrika Lot 19, Jakarta Pusat,  Rabu (30/1). "Ini itikad baik kami dalam penyelesaian perselisihan hubungan indusrial antara SCTV dan rekan kami, Bro Syaiful," jelas Koordinator Tim Advokasi SP SCTV Sudirman.

Rencananya, kata Sudirman, pertemuan akan dilaksanakan pada Senin (28/1) lalu tapi tiba-tiba pihak manajemen SCTV meminta diundur menjadi hari ini. "Lucunya, mereka juga tiba-tiba saja memindahkan lokasi pertemuan dari SCTV Tower ke kantor kuasa hukum mereka di kawasan Jalan KH Mas Mansyur. Artinya, mereka telah menyiapkan kuasa hukum demi menghadapi perundingan bipatrit ini," katanya.

Menurut Ketua Umum SP SCTV Agus Suhanda, tujuan kedatangan kami sudah pasti, yakni mengembalikan uang pisah yang ditransfer pihak manajemen SCTV kepada Bro Syaiful. "Padahal, Bro Syaiful sudah dua kali menyampaikan penolakan atas keputusan PHK secara tertulis dan satu kali menyampaikan penolakan atas keputusan itu secara lisan. Dalam konteks seperti ini sangat keliru bila mereka mengirimkan uang pisah, tetapi seharusnya membayarkan gaji yang masih menjadi haknya," jelasnya.

Kedatangan Tim Advokasi SP SCTV tidak mendapatkan respon yang menggembirakan dari pihak manajemen SCTV karena pihak HRD yang mendapatkan delegasi, justru telah berada di kantor kuasa hukumnya. Namun Tim Advokasi SP SCTV tetap meminta staf HRD untuk menerima kehadiran mereka.

"Kami diterima staf HRD bernama Dhea, namun ia menolak menerima uang pisah karena uang pisah itu, katanya, akan diterima Saudara Widodo di kantor kuasa hukum mereka," kata Sudirman. "Yang penting, kami telah menunjukkan itikad baik dan disiplin kepada aturan, serta menunjukkan keberadaan kami sebagai Tim Advokasi SP SCTV di kantor kami sendiri."

Tim Advokasi SP SCTV merupakan bagian dari kepengurusan SP SCTV yang berperan dalam pelayanan advokasi hingga pendampingan para anggota yang berselisih dengan perusahaan. Tim ini terdiri atas Sudirman dan Erwin Projolukito, yang didukung oleh Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (LBH Aspek Indonesia).

"Kami bangga dan merasakan apreasiasi yang luar biasa dari pihak manajamen SCTV karena pada kasus pertama yang kami tangani, kami langsung dihadapkan dengan kuasa hukum yang ditunjuk oleh pihak manajemen SCTV," tegas Sudirman. "Semula kami menduga, kami sekadar dihadapkan kepada HRD SCTV."[] 
  

Selasa, 29 Januari 2013

Keranda SCTV



Pertengahan 2012, manajemen SCTV memberlakukan kebijakan outsourcing secara terbuka, dengan melakukan intimidasi dan pemaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 159 pekerja tetap dari Divisi General Services. Walhasil, sekitar 119 pekerja tetap berhasil di-PHK dan diberikan “bonus” berupa dipekerjakan kembali dengan status sebagai pekerja outsourcing, sedangkan 40 pekerja tetap lainnya menolak hingga menerima keputusan skorsing secara sepihak.

Selama tujuh bulan terakhir, ke-40 pekerja tetap itu, didukung DPP Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK INDONESIA) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), memperjuangankan haknya melalui upaya hukum, serta aksi-aksi massa dan publisitas melalui media.

Pada 14 Januari lalu, para pekerja tetap yang tergabung dalam Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) itu kembali mendatangi SCTV Tower di Jalan Asia Afrika Lot 19, Jakarta Pusat. Selain menyampaikan aspirasi, mereka juga menghadiahi duplikasi pocong dan keranda mayat kepada pihak SCTV [baca: SCTV Dihadiahi Pocong dan Keranda Mayat serta Semiotika Pocong dan Keranda Mayat].

Hadiah duplikasi pocong dan keranda mayat itu bukan sekadar simbol kematian dua anggota keluarga pekerja tetap yang terjadi saat skorsing dan akses pengobatannya dicabut, tapi juga merupakan simbol kematian nurani para pemilik dan pengelola SCTV.

Dan aksi simpatik para pekerja media itu pun kita bisa disaksikan dalam bentuk film dokumenter bertajuk Keranda SCTV. Selengkapnya, klik KERANDA SCTV.[]

Jumat, 25 Januari 2013

Aksi Solidaritas SP SCTV di PT Centris









Warga Serikat Pekerja Surya Citra Televisi (SP SCTV) melakukan aksi solidaritas terhadap para pekerja kontrak PT Centris di halaman perusahaan itu di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara, Jumat (25/1). Dalam aksi itu, sekitar 200 pekerja meminta PT Cetris agar keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Ketua Umum Serikat Pekerja PT Cetris Rizal.

Aksi yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB itu diisi dengan orasi-orasi para pengurus SP PT Cetris, DPP Aspek Indonesia, juga SP SCTV. Para pengunjuk rasa, termasuk sekitar 30 anggota SP SCTV yang saat ini menjalani skorsing, juga menyampaikan sejumlah tuntutan.

Pengurus SP SCTV menyatakan prihatin atas nasib yang dialami oleh para pekerja PT Centris. "Kami atas terus mendukung setiap aksi teman-teman. Ini adalah komitmen solidaritas kami terhadap setiap aksi buruh," jelas Ketua Umum SP SCTV Agus Suhanda.


Senin, 21 Januari 2013

Manajemen SCTV Sembrono

Manajemen PT Surya Citra Televisi (SCTV) cenderung sembrono dalam penyelesaian hubungan industrial dengan para pekerjanya. Demikian ditegaskan Ketua Umum Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) Agus Suhanda di Jakarta, Senin (21/1), terkait keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak terhadap seorang jurnalis Liputan 6, Bro Syaiful.

"Kasus yang dialami oleh Bro Syaiful masih di tingkat bipatrit dan belum menghasilkan kesepakatan apa pun. Lantas tiba-tiba pihak HRD SCTV mengirimkan surat Keputusan PHK via pos, bahkan pada Jumat lalu (18/1) pihak HRD SCTV juga mentransfer uang sebesar Rp 21.449.067 sebagai uang pisah," jelas Agus. "Ini kan sembrono,  namanya! Padahal, Bro Syaiful sudah menyampaikan surat penolakan kepada Direktur Utama SCTV Sutanto Hartono."

Agus menguraikan, kasus yang dialami oleh Bro Syaiful terjadi sejak Agustus tahun lalu. Saat itu, katanya, atasannya mempertanyakan pemuatan berita bom molotov yang dilemparkan ke SCTV Tower di portal Liputan6.com. "Bro Syaiful bukan pembuat dan orang yang bertanggung jawab atas pemuatan berita itu. Lucunya, Sdr. Merdi Sofansyah malah menggulirkan wacana golden shake hand (baca: PHK)," tambahnya.

Persoalan internal di Divisi Pemberitaan SCTV atau Liputan 6 itu pun, cerita Agus, berkembang hingga Bro Syaiful dikembalikan ke Divisi Pemberitaan lantaran Departemen Website telah berganti menjadi PT Karya Media Kreatif, anak perusahaan PT EMTK yang bergerak dalam pengelolaan portal Liputan 6. "Lucunya lagi, atasannya di Departemen Website makin mengkriminalisasikannya dan melaporkannya ke HRD atas tuduhan indisipliner," katanya.

Ketika proses penyelesaian perselisihan hak masih berlangsung dan HRD tidak mampu mengirimkan surat panggilan, jelas Agus, pihak HRD mengirimkan surat Keputusan PHK via pos. "Bahkan surat hanya dimasukkan ke dalam kotak surat. "Ketika keputusan itu dipertanyakan, pihak HRD justru menawarkan kompensasi berupa pesangon dan uang penghargaan. Bro Syaiful menolak dan mengajak pihak HRD, agar menyelesaikan perselisihan itu di pengadilan hubungan industrial (PHI)," tambahnya.

Namun, urai Agus, tiba-tiba saja pihak HRD mengirimkan uang pisah. "Kalau bukan sembrono, lantas apa namnya? Mereka mengabaikan keberadaan UU Ketenagakerjaan dan UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrrial, bahkan UU HAM dan UU Serikat Pekerja. Ada aroma union busting di sini, karena Bro Syaiful itu merupakan Ketua Harian SP SCTV," tegasnya.

Di tempat terpisah, LBH Aspek Indonesia juga menyatakan keheranannya atas ulah manajemen SCTV. "Ini sangat lucu, seakan-akan perusahaan sekelas SCTV tidak memiliki tim legal yang handal," jelas Ahmad Fauzi di Kantor Aspek Indonesia di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Apa yang dialami oleh Bro Syaiful, kata Fauzi, mengindikasikan upaya HRD SCTV yang berkeinginan menggiring Bro Syaiful dari perselisihan hak menjadi perselisihan PHK. "Muaranya adalah penguatan keputusan PHK atau pengaturan jumlah pesangon, serta lari dari esensi masalah yang sebenarnya," tegasnya.

Untuk itu, kata Fauzi, pihak LBH Aspek juga teman-teman serikat pekerja lain di bawah DPP Aspek Indonesia akan memberikan dukungan penuh berupa pendampingan sejak tingkat bipatrit hingga PHI, bahkan Mahkamah Agung. "Kalau perlu, kami juga akan melakukan berbagai aksi di kantor SCTV dan tempat-tempat lain," tegasnya.

Dalam waktu dekat, Tim Advokasi SP SCTV akan meminta kesediaan pihak SCTV untuk menuntaskan perselisihan hak di tingkat bipatrit. "Mereka cenderung beritikad buruk dengan menolak menandatangani risalah sebagai upaya menghambat penyelesaian secara hukum. Wajar saja karena mereka memang sembrono!" tambah Agus.[]

Jumat, 18 Januari 2013

Aksi Buruh Menyisakan Tumpukan Sampah


Liputan6.com, Jakarta: Aksi turun ke jalan ribuan buruh yang tergabung dalam Gerakan HOSTUM (Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah) menyisakan gunungan sampah, Kamis (12/7). Sampah-sampah mengotori hampir setiap jalan yang dilewati para buruh. Sampah kering dan basah dibuang begitu saja di jalanan sehingga menimbulkan bau tidak sedap.

Namun tumpukan sampah ini justru menguntungkan para pemulung. Mereka menilai sampah yang berserakan sebagai 'ladang uang'. Bejo, salah satu pemulung plastik mengatakan hasil "garukannya" bertambah tiap ada demo. "Setiap ada demo kan sampahnya selalu banyak," katanya. Namun demikian membuang sampah sembarangan tidak bisa dijadikan sebagai contoh yang baik bagi masyarakat.(YGI/BEN/JUM)

Video Terkait: KERANDA SCTV


Manajemen SCTV Lakukan Intimidasi Terhadap Pekerja


Jakarta, politisiindonesia.co: Serikat Pekerja SCTV  yang melakukan unjuk rasa di kantor SCTV Jalan Asia Afrika, Jakarta, Senin  (14/1)  menilai, strategi   komodifikasi  media  diaplikasikan  manajemen SCTV  secara kasar dan semena-mena dengan melakukan  diskriminasi, intimidasi dan keputusan pemutusan  hubungan kerja (PHK) secara  sepihak terhadap seorang jurnalis Liputan 6 pada pertengahan Desember 2012  tanpa pesangon sepeserpun.

Bahkan, kata SP SCTV, penolakan atas keputusan itu justru dibalas pihak HRD dengan menawarkan pesangon yang merujuk pada Pasal 156 ayat 2,3 dan 4 serta  tetap bersikeras  tidak membayarkan upahnya.  Padahal, Undang-undang  Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengamanatkan pekerja yang tengah terlibat  perselisihan  PHK harus tetap menerima upah.

Terkait pelaksanaan praktek diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK (bahkan PHK sepihak) yang dilakukan SCTV, pihak HRD juga terbiasa  menggunakan Undang-undang Nomor  13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan tafsiran mana suka guna mementahkan pembelaan para pekerja. Cara ini,  katanya,  bukan hanya merupakan pembodohan terhadap para pekerja, tetapi juga pelecehan terhadap ketentuan hukum.

Bagi SP SCTV, peristiwa-peristiwa di atas bukan sekedar persoalan-persoalan ketenagakerjaan dengan segala implikasi hukumnya, tapi juga  merupakan persoalan kemanusiaan. Pada wilayah tersebut, pekerja  bukan lagi dianggap sebagai manusia dengan segala  kesempurnaannya, tapi lebih dari sapi perah atau komoditas  tanpa hak dan masa depan.  ‘’Hal  ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan  penjajahan manusia atas manusia,’’papar SP SCTV.

SP SCTV menuntut manajemen SCTV agar segera mencabut surat keputusan skorsing secara sepihak terhadap 40 pekerja tetap divisi general services dan segera mempekerjakan kembali. Manajemen SCTV agar segera mencabut surat keputusan PHK sepihak terhadap seorang jurnalis liputan 6 dan segera mempekerjakan kembali. Manajemen SCTV agar segera menghentikan praktik-praktik diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaan PHK terhadap seluruh pekerja tetap. Agar segera  menghentikan kebijakan pemberdayaan tenaga outsoucing dan tenaga kerja dengan upah murah.(politisiindonesia)

Video Terkait: KERANDA SCTV

Ratusan Pekerja SCTV Unjuk Rasa Tolak Outsourcing


Jakarta, politisiindonesia.co: Pekerja  SCTV (Surya Citra Televisi) yang bergabung dalam  Serikat Pekerja SCTV melakukan unjuk rasa besar-besaran di depan  kantor  SCTV—Jalan Asia Afrika, Jakarta  Pusat,  Senin (14/1) pagi.  Mereka  secara   tegas menolak  diberlakukan  praktik outsourcing   di televisi swasta tersebut.

Sekitar 700 buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspek Indonesia) sebelum  mengelar aksi unjuk rasa di depan gedung  SCTV mereka  berkumpul  di depan Gedung Telkomsel, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kemudian, dilanjutkan beriringan dengan menggunakan sepeda motor menuju gedung SCTV di Jalan Asia Afrika.

Para buruh yang sebagian besar petugas keamanan atau Satpam di PT Telkomsel dan SCTV, menuntut agar dihapuskan sistem outsourcing (alih daya) yang berkelanjutan. Mereka juga meminta agar Satpam yang sudah menjadi pegawai tetap tidak dilimpahkan ke perusahaan outsourcing PT Graha Sarana Duta dan ISS. Aksi unjuk rasa tersebut diawasi aparat kepolisian Polsek Tanah Abang, Jakpus. 

Sementara itu, dalam pernyataan tertulis  Serikat Pekerja (SP)  SCTV  yang ditandatangani Ketua Umum Agus Suhada dan Sekretaris I SP SCTV  Muhammad Eka Rizki  dijelaskan, tahun 2012 merupakan tahun keprihatinan bagi para pekerja  tetap di lingkungan stasion SCTV. Tahun ini menjadi pembuktian  diterapkannya konsep flexibility labor   market (pasar kerja fleksibel) oleh manajemen  SCTV yang dengan gegap gempita memaksakan  praktek outsourcing secara salah kaprah terhadap pekerja tetap  di  sejumlah divisi.

Konsep itu, katanya, secara terbuka memberlakukan aturan  ‘’mudah merekrut dengan upah murah dan mudah mem-PHK dengan biaya murah.’’  Para pekerja tetap SCTV hanya dijadikan dan diposisikan sebagai sapi perah atau alat produksi yang akan diperas habis-habisan di usia produktif dan akan dibuang  seketika ketika dianggap  tidak produktif.

Menurut  SP SCTV,  konsep  flexibility labor   market  juga diaplikan secara kasar dan  semena-mena dengan melakukan diskriminasi, intimidasi, dan pemaksaaan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 159 pekerja dari Divisi General  Services pada  Juni 2012. ‘’Walhasil, sekitar 119 pekerja tetap berhasil di- PHK dan diberikan ‘’bonus’’ berupa dipekerjakan kembali dengan status sebagai pekerja outsourcing. Sedang 40 pekerja tetap lainnya memilih menolak dan hingga kini kasusnya belum tuntas,’’kata SP SCTV.

Dalam situasi berbeda, tambahnya, manajemen SCTV melalui jajaran pimpinan di tingkat divisi dan departemen, juga sangat  aktif menjalankan stategi  komodifikasi media yang mengkonsepkan khalayak, organisasi,  pekerja dan isi media sebagai komoditas. Di tingkat komodifikasi pekerja, strategi itu diterjemahkan dengan membangun kondisi ketikdaknyamanan, bahkan hingga  mengarahkan ke satu modus: diskriminasi, intimidasi dan pemaksaan PHK terhadap  seluruh pekerja tetap, termasuk pekerja tetap dari kalangan  kreatif dan jurnalis televisi.

Sementara, bagi pekerja  yang lebih kuat dan memilih bertahan, maka ia akan menerima perlakuan ‘’khusus’’ yang  mengarah pada penurunan kinerja. Pada tahap berikutnya, rancangan kesalahan yang melibatkan HRD pun terjadi dan memaksa pekerja tetap  tersebut mengundurkan diri. (politisiindonesia)

Video Terkait: KERANDA SCTV

Kamis, 17 Januari 2013

Semiotika Pocong dan Keranda Mayat



Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Artinya, semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna (Hoed, 2011). Lebih jauh, Benny H. Hoed memaparkan bahwa para strukturalis, merujuk pada Ferdinand de Saussure (1916), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan makna (atau isi, yakni yang dipahami oleh manusia pemakai tanda).

Untuk kebutuhan pembacaan atas peristiwa yang menampilkan aksi, termasuk kasus pemberian hadiah duplikasi pocong dan keranda mayat dalam Aksi Simpatik SP SCTV di SCTV Tower beberapa waktu lalu, saya menggunakan analisis semiotika Roland Barthes. Karena itu, uraian pada bagian ini seluruh mengarah pada model dikotomis penanda-petanda yang dikembangkan oleh Roland Barthes. Ia mengemukakan bahwa dalam kehidupan sosial budaya penanda adalah “ekspresi” (E) tanda, sedangkan petanda adalah “isi” (dalam bahasa Prancis contenu (C)). Jadi, sesuai teori de Saussure, tanda adalah “relasi” (R) antara E dan C. Ia mengemukakan konsep tersebut dengan model E-R-C.

Dalam kehidupan sosial budaya, jelas Hoed, pemakai tanda tak hanya memaknainya sebagai denotasi, yakni makna yang dikenal secara umum. Oleh Barthes, denotasi disebut sebagai sistem “pertama” atau “primer”. Biasanya pemakai tanda pengembangkan pemakaian tanda ke dua arah, ke dalam apa yang disebut oleh Barthes sebagai sistem “kedua” atau “sekunder”. Bila pengembangannya ke arah E menjadi metabahasa. Artinya, pemakai tanda memberikan bentuk berbeda untuk makna yang sama. Misalnya, makna “tempat untuk narapidana dikurung”, selain kata penjara, pemakai tanda juga menggunakan lembaga pemasyarakatan, hotel prodeo, atau kurungan.

Sedangkan ketika pengembangan itu berproses ke arah C, yang terjadi adalah pengembangan makna yang disebut konotasi. Konotasi adalah makna baru yang diberikan pemakai tanda sesuai dengan keinginan, latar belakang pengetahuannya, atau konvensi baru yang ada dalam masyarakatnya.

Cukup rumit menjelaskan analisis semiotika dalam bahasa yang sangat sederhana karena sejatinya uraian permasalahan tersebut memang membutuhkan halaman panjang. Poin akhir dari seluruh penjelasan adalah adanya pemaknaan secara denotatif dan konotatif. Lantas pada tahap berikutnya, pemaknaan konotatif itu pun menjadi mitos, serta bila telah ajeg ia akan menjadi ideologi. Penjelasan singkat di atas tetap ditampilkan, paling tidak bisa menjadi penegas, uraian tentang kasus yang ditampilkan dalam tulisan ini memiliki pondasi. Artinya, tidak sekadar asal ngejeplak!

Saya akan langsung pada poin pembahasan. 

Dalam aksi dan rekaman video terlihat sejumlah pengunjuk rasa membawa pocong anak kecil dan keranda mayat dalam Aksi Simpatik SP SCTV di SCTV Tower. Seorang pengunjuk rasa mengenakan baju koko hitam dan kopiah hitam membawa duplikasi pocong di atas kedua tangannya. Sorot matanya tajam dan mulutnya terkunci rapat. Ia berjalan tegap di bagian depan. 

Pengunjuk rasa itu mewakili sosok Pak Darmayanto, satu dari 40 pekerja tetap SCTV yang diskorsing lantaran menolak di-PHK dan dialihkan menjadi pekerja outsourcing. Sementara duplikasi pocong di tangannya adalah sosok Rangga Ajie Khairul Darma, bocah berusia 3,5 tahun dan putra ketiga Pak Darmayanto. Ia mengidap penyakit kanker darah. Ia sempat dirawat di rumah sakit. Namun, saat masa skorsing berlangsung, pihak HRD SCTV menutup akses asuransi untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pak Darmayanto pun membawa anaknya pulang dan dirawat sekadarnya. 

Persis 12 Agustus 2012, atau dua bulan setelah masa skorsing diberlakukan, Rangga menghembuskan nafas terakhir di pelukan ayahnya, Pak Darmayanto. Tragis!

Secara denotatif, aksi membawa duplikasi pocong oleh pengunjuk rasa berpakaian koko hitam dan kopiah hitam merupakan reacment atau reka ulang atas peristiwa tragis yang dialami oleh Pak Darmayanto, lengkap dengan segala ketegaran dan kepedihannya. Pada aksi unjuk rasa itu, Pak Darmayanto berada di barisan lain seraya terus menghisap rokok untuk membunuh kegundahannya. Narasi dari atas mobil komando tak urung membuatnya menangis lantaran teringat akan duka yang terus dirasakannya.

Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa para pengunjuk rasa telah mengirimkan pesan denotatif soal peristiwa tragis yang dialami oleh seorang korban skorsing dan regulasi pemberdayaan pekerja outsourcing di SCTV. Pesan ini sangat telanjang dan jelas: peristiwa buruk yang dialami pekerja semasa perusahaan menjatuhkan kebijakannya. Dan kebijakan itu menimbulkan korban jiwa: seorang bocah!

Beranjak kepada pembacaan secara konotatif, maka akan semakin berhamburan pesan yang ingin disampaikan dalam aksi itu. Pakaian hitam dan kopiah hitam yang dikenakan oleh pengunjuk rasa menandakan duka mendalam yang dirasakannya hingga sekarang. Ia terus menggendong sang putra dan ini memberikan pembuktian bahwa ia sangat terpukul hingga tak ikhlas memberikan jasad itu kepada orang lain.

Ia ingin terus mendekapnya hingga ia memasuki liang lahat. Pesan yang ingin dikatakan: bisakah kita merasakan duka Pak Darmayanto, bisakah pihak manajemen SCTV merasakan kesedihan Pak Darmayanto, dan bisakah para pemilik modal SCTV memikirkan ulang penerapan kebijakan outsourcing agar tak membunuh nasib para pekerja tetapnya?

Sedangkan aksi membawa keranda mayat, sesungguhnya juga merupakan reacment atau reka ulang atas wafatnya istri Suyanto, satu dari 40 pekerja tetap SCTV yang diskorsing lantaran menolak di-PHK dan dialihkan menjadi pekerja outsourcing. Meski masih dibutuhkan pembuktian soal hubungan sebab-akibat antara peristiwa skorsing dan peristiwa kematian sang pekerja, hal itu tidak bisa menghapuskan kenyataan bahwa peristiwa kematian itu terjadi di tengah masa skorsing.

Ada fakta yang tidak bisa dibantah bahwa peristiwa skorsing yang mengarah pada PHK telah menghancurkan mental para istri dan anak-anak para pekerja. Bayangkanlah bila keresehan itu juga mesti dialami oleh seorang istri yang sakit parah.

Secara denotatif, aksi membawa keranda mayat oleh sejumlah pengunjuk rasa itu merupakan pesan soal peristiwa tragis yang dialami oleh seorang korban skorsing dan regulasi pemberdayaan pekerja outsourcing di SCTV. Pesan ini sangat telanjang dan jelas: peristiwa buruk yang dialami pekerja semasa perusahaan menjatuhkan kebijakannya. Dan kebijakan itu menimbulkan korban jiwa: dari kalangan istri pekerja tetap!

Beranjak kepada pembacaan secara konotatif, maka akan semakin berhamburan pesan yang ingin disampaikan dalam aksi itu. Ekspresi dingin para pembawa keranda mayat menandakan duka mendalam yang dirasakan oleh teman-teman korban. Mereka memberikan pembuktian bahwa mereka juga sangat terpukul dan tak ikhlas mesti ada korban lain setelah kematian Rangga. Pesan yang ingin dikatakan: bisakah kita merasakan duka Pak Suyanto dan teman-temannya, bisakah pihak manajemen SCTV merasakan kesedihan Pak Suyanto dan teman-temannya, dan bisakah para pemilik modal SCTV memikirkan ulang penerapan kebijakan outsourcing agar tak “membunuh” nasib para pekerja tetapnya?

Aksi itu merupakan pesan tentang  sejarah hitam di perusahaan itu. Sebuah catatan tentang kesewenang-wenangan pihak manajemen SCTV terhadap pekerja tetapnya. Pesan itu begitu kuat. Karena itu, para pengunjuk rasa pun makin mempertajamnya dengan sengaja membawa masuk ke areal pusat perbelanjaan Senayan City (bahkan diiiringi kalimat Inna lillahi wa ina ilaihi rojiun), guna diserahkan kepada pihak manajemen. 

Parahnyam, sepasukan keamanan gedung mencoba menahannya. Maka, suasana dramatis pun semakin menjadi-jadi. Bila tidak dikendalikan, penghambatan ini bisa menyulut emosi para pengunjuk rasa lain. Syukurlah, perdebatan itu tidak panjang dan memberi peluang pembawa duplikasi pocong dan keranda mayat memasuki areal hingga lobi SCTV Tower. 

Di tempat itu, sempat teerjadi ketegangan lantaran pihak manajemen SCTV bersikeras menolak menerima kedua simbol kesewenang-wenangan perusahaan terhadap para pekerja tetapnya itu. Padahal di tempat itu, di antara para petugas keamanan, juga terlihat Sekretaris Perusahaan Hardijanto Suroso, Wakil Pemimpin Redaksi Liputan 6 Putut Trihusodo, juga Pjs. Kadiv HRD Widodo. Bahkan, duplikasi pocong dan keranda mayat sempat digeletakkan di atas tanah sambil “menyaksikan:” perdebatan antara pengunjuk rasa dan perwakilan manajemen SCTV.

Peristiwa penggeletakan duplikasi pocong dan keranda mayat itu, secara konotatif, makin memperkuat penafsiran bahwa pihak manajemen SCTV memang tidak pernah menghargai simbol-simbol kedukaan, pihak manajemen SCTV memang tidak pernah peka terhadap perasaan para pekerja tetapnya, dan pihak manajemen SCTV memang tidak pernah mempedulikan akibat-akibat atas perbuatanya. Hati para pengelola perusahaan media itu telah membatu dan bebal. Dan ini memperkuat kenyataan soal pembelakuan kebijakan perusahaan yang memang sangat tidak berpihak kepada pekerjanya. Lebih khusus lagi, bila hal ini ditujukan kepada pemilik modal SCTV [baca: The Three Musketers Sariaatmadja] yang selama ini dihgembar-gemborkan santun dan religius, ternyata bohong belaka. Sekadar pencitraan!

Dengan demikian, mitos tentang kerakusan pengusaha-pengusaha kapitalis yang belakangan ini berhamburan ke wilayah media, makin tidak terbantahkan. Kerakusan mereka yang mesti diimplementasikan dalam bentuk efisiensi hingga pemberdayaan pekerja outsourcing secara gila-gilaan memang bukan rumor. Bahkan, para pengelola itu pun tak memperdulikan social cost dan akibat-akibat lain yang dimunculkan akibat ambisi menjalankan strategi yang dijalankan secara arogan itu.  

Inikah ideologi yang dibanggakan oleh kalangan kapitalis?

Pembacaan atas peristiwa Aksi Simpatik SP SCTV dengan penghadiahan duplikasi pocong dan keranda mayat, barangkali, bisa menjadi bahan perenungan soal keberadaan media di Tanah Air. Kali ini, kita tidak menyinggung soal pelanggaran demi pelanggaran terkait penggunaan frekuensi publik, pelibatan modal asing dalam bisnis media itu, transparansi akuisisi atau merger media sejenis, hingga sampah-sampah dalam rupa isi media. Karena, ternyata cara penanganan perusahaan media itu terhadap pekerja tetapnya, memang sangat tidak manusiawi dan sangat memperkokoh citranya sebagai budak kapitalis.

Video Terkait: KERANDA SCTV



Aksi Simpatik SP SCTV di Rakyat Merdeka


HAPUS OUTSOURCING: Ratusan buruh dari Serikat Pekerja Graha Sarana Duta (SEJAGAD) demonstrasi di depan Gedung SCTV, Jakarta, Senin (14/1) kemarin. Mereka menuntut penghapusan outsourcing.

Video Terkait: KERANDA SCTV

Selasa, 15 Januari 2013

Galeri Foto Aksi Simpatik SP SCTV





















Wajah-wajah yang keras, marah, dan berkobar-kobar, berpadu dengan wajah-wajah yang tetap tegar, tersenyum, tertawa, dan berani mengepalkan optimisme. Mereka bersatu dalam Aksi Simpatik Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) di halaman SCTV Tower, Jalan Asia Afrika Lot 19, Jakarta Pusat, pada Senin (14/1) lalu.

Video Terkait: KERANDA SCTV

SCTV Dihadiahi Pocong dan Keranda

 
 
 
 

Manajemen PT Surya Citra Televisi (SCTV) dihadiahi duplikasi pocong dan keranda mayat oleh pengurus Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) dalam aksi unjuk rasa di halaman SCTV Tower, Jalan Asia Afrika Lot 19, Jakarta Pusat, Senin (14/1). Kedua hadiah itu merupakan simbol jasad Rangga dan istri Suyanto, anggota keluarga pekerja tetap SCTV, yang meninggal dunia saat pihak HRD menjatuhkan keputusan skorsing secara sepihak terhadap 40 pekerja tetapnya sejak Juni tahun lalu.

“Rangga meninggal dengan tragis di pelukan ayahnya, Pak Darma, lantaran Pak Darma tidak mampu membawanya ke rumah sakit. Saat itu Pak Darma diskorsing secara sepihak karena menolak tawaran PHK, yang selanjutnya akan dialihkan menjadi pekerja outsourcing di bawah bendera PT ISS,” jelas narator dari mobil komando.

Aksi teatrikal membawa duplikasi pocong dan keranda mayat itu sempat dihambat oleh petugas keamanan yang dengan ketat mengawal setiap jengkal areal pusat perbelanjaan Senayan City. Setelah dilakukan negosiasi, kedua hadiah itu pun berhasil dibawa masuk ke areal Senayan City hingga mencapai lobi SCTV.

Pihak manajemen SCTV sempat bersikeras menolak menerima duplikasi pocong dan keranda mayat hingga membuat sekitar 500 pengunjuk rasa menjadi berang. “Kedua duplikasi itu adalah pembuktian kekejian dan kelaliman pihak SCTV, yang dengan semena-mena menutup seluruh akses para pekerja tetap yang menolak dioutsourcing. Bahkan, akses untuk mendapatkan pengobatan pun dihentikan secara sepihak sebagai intimidasi kepada para pekerja tersebut,” tambah narator.

Pada akhirnya, Kepala Keamanan SCTV Sugianto menerima kedua hadiah dari pengurus SP SCTV itu. Lantas para pengunjuk rasa yang berkumpul sejak pukul 10 pagi itu pun melanjutkan aksi unjuk rasa dengan orasi-orasi.

“Tahun lalu, 159 pekerja tetap SCTV mendapatkan perlakukan diskriminatif. Mereka juga diintimidasi agar mau menandatangi surat PHK dengan bonus dipekerjakan kembali sebagai karyawan outsourcing. Tapi, 40 di antaranya menolak dan hingga kini tengah menempuh jalur hukum,” kata Ketua Umum SP SCTV Agus Suhanda.

Selain mempermasalahkan keputusan skorsing secara sepihak terhadap 40 pekerja tetap SCTV, aksi itu juga mempertanyakan keputusan PHK secara sepihak kepada seorang jurnalis Liputan 6. “Ia sudah bekerja selama 19 tahun, tapi masih juga mendapatkan perlakuan diskriminatif dan diintimidasi agar menerima keputusan PHK. Ia menolak dan justru di-PHK secara sepihak,” tambah Agus.  
  `
Aksi warga SP SCTV kali ini dikawal oleh pengurus Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)  dan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), serta ratusan warga serikat-serikat pekerja yang berafiliasi kepada Aspek Indonesia. Aksi selama sekita rempat jam itu tak urung membuat areal pusat perbelajaan Senayan City menjadi sepi.

Video Terkait: KERANDA SCTV

Pendemo SCTV: Banyak Media Berjualan Kepentingan Politik

Ratusan karyawan SCTV yang tergabung dalam berbagai aliansi siang ini menggeruduk kantor mereka di Senayan City, Jakarta. Selain menuntut hak seperti jaminan kesehatan, mereka juga mengkritisi kebijakan pemberitaan di media saat ini.

"Ada banyak persoalan di media yang terjadi seperti jual beli frekuensi pabrik. Pemilik-pemilik media berjualan untuk kepentingan politiknya. Banyak media di indonesia yang menyiarkan kepentingan-kepentingan pemiliknya. Dan pemilik partai yang memiliki media yang mempunyai kepentingan partainya" teriak seorang pendemo melalui pengeras suara, di pelataran lobi Kantor SCTV, Senayan City, Jakarta Selatan, Senin (14/1).

Mereka juga mengkritisi perlakuan media terhadap karyawannya. "Lawan pemilik media yang melakukan penindakan terhadap buruh-buruhnya, yang memindahkan ke outsourcing secara semena-mena," tambahnya.

Pantauan merdeka.com, sampai siang ini mereka masih terus berunjuk rasa. Di lobi kantor SCTV terlihat puluhan sekuriti berseragam safari biru tua yang berjaga-jaga. Sebanyak 177 personel kepolisian pun turut mengamankan jalannya demo.

"177 dari polda, polres, Polsek Tanah Abang," ujar Kapolsek Tanah Abang AKBP Suyudi Ariseto, di lokasi demo.[MERDEKA.COM]

Video Terkait: KERANDA SCTV

Senin, 14 Januari 2013

SCTV Didemo Serikat Buruh

Jakarta, Radar Nusantara: Ratusan Pekerja dari Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia), Serikat Pekerja Certis, Serikat Pekerja SCTV, KSPI, MPBI, Serikat Pekerja Graha Sarana Duta (sejagad) mendatangi Gedung SCTV Jakarta, Senin (14/1).

Menurut Korlap Aksi, M. Yusro Khazim, "Kebijakan yang di terapkan terhadap buruh sangat memprihatinkan dan tidak manusiawi, tanpa melalui kesepakatan bersama, buruh selalu harus di paksa tunduk terhadap peraturan dan kesewenang - wenangan yang mana hal tersebut mencekik nasib para buruh dan bahkan sampai di PHK sepihak".

Ketua umum Serikat Pekerja SCTV, Agus Suhanda mengatakan "Saya sudah 18 tahun bekerja di SCTV, dan memiliki SK sebagai Karyawan Tetap. Namun sejak beberapa bulan yang lalu, Manajemen sangat terlihat menerapkan konsep Flexibility Labor Market (Pasar Kerja Fleksibel) dengan menerapkan system Oustsorcing salah kaprah terhadap sejumlah karyawan tetap di sejumlah divisi bahkan di berlakukan secara semena-mena.

Di aplikasikan dengan melakukan diskriminasi, intimidasi, pemutusan hubungan kerja terhadap 159 pekerja tetap dari divisi general service pada Juni 2012. Dari jumlah tersebut, 119. Meskipun di PHK namun di pekerjakan kembali dengan status Outsorcing, sedangkan 40 lainnya menolak dan melawan yang sampai saat ini kasusnya belum tuntas".

Agus menambahkan, "pihak Managemen dengan strategi komodifikasi media juga mengaplikasikan secara kasar dan semena - mena dengan melakukan diskriminasi, intimidasi dan pemutusan hubungan kerja sepihak terhadap seorang Jurnalis - Jurnalis pada pertengahan Desember tanpa pesangon sepeserpun, bahkan penolakan justru di balas pihak HRD dengan menawarkan pesangon yang merujuk pada pasal 156 serta tetap bersikeras tidak membayarkan upahnya. Meskipun sudah ada Undang - Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan".

Dengan aksinya masa menuntut :

1.  Agar Management mencabut Surat Keputusan Outsorcing terhadap 40 pekerja tetap divisi general dan mempekerjakannya kembali.

2. mencabut Surat Keputusan PHK sepihak terhadap seorang Jurnalis dan mempekerjakan kembali.

3. Agar menghentikan segala bentuk diskriminasi dan intimidasi.

4. Menghentikan Kebijakan Pemberdayaan Tenaga Outsorcing dan Tenaga Kerja dengan upah murah.

Dalam orasinya masa bertekad akan terus melakukan perlawanan secara hukum, dan akan terus melakukan aksi bersama dengan solidaritas serikat buruh lain sampai tuntutanya di penuhi. (RADAR NUSANTARA).

Video Terkait: KERANDA SCTV

Tolak Outsourcing, Ratusan Karyawan SCTV Unjuk Rasa

VIVAnews - Sekitar 700 buruh yang tergabung dalam Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspek Indonesia) mengelar aksi unjuk rasa di depan gedung SCTV, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat, Senin 14 Januari 2013.

Mereka mengawali aksi dari depan Gedung Telkomsel, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Kemudian, dilanjutkan beriringan dengan menggunakan sepeda motor menuju gedung SCTV di Jalan Asia Afrika.

Para buruh yang sebagian besar petugas keamanan atau Satpam di PT Telkomsel dan SCTV, menuntut agar dihapuskan sistem outsourcing (alih daya) yang berkelanjutan. Mereka juga meminta agar Satpam yang sudah menjadi pegawai tetap tidak dilimpahkan ke perusahaan outsourcing PT Graha Sarana Duta dan ISS

Menurut Ketua Umum Serikat Pekerja SCTV, Agus Suhanda (42 tahun), ada sekitar 159 karyawan yang statusnya sudah jadi pegawai tetap dialihkan ke perusahaan outsourcing. "Kami menuntut agar pegawai yang sudah tetap tidak diserahkan ke perusahaan outsourcing, yaitu ISS. 159 pekerja di-PHK sepihak, 119 beralih jadi karyawan outsorcing ISS dan 40 orang menolak," kata Agus.

Untuk mengamankan jalannya unjuk rasa Kapolsek Tanah Abang, Ajun Komisaris Besar Suyudi Ario Seto, mengaku mengerahkan 177 anggotanya. "Kami menurunkan 177 personel gabungan dari Polres Jakarta Pusat, Sabara, dan Brimob," kata dia. (VIVANEWS)

Video Terkait: KERANDA SCTV