Sabtu, 23 Februari 2013

Musim PHK Segera Tiba di SCTV-Indosiar

Musim pemutusan hubungan kerja (PHK) segera tiba di lingkungan Senayan City (tempat SCTV dan Indosiar berkantor, red) menyusul penggabungan alias merger antara PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dan PT Indosiar Karya Media Tbk (IDKM). Demikian dikatakan Ketua Umum Serikat Pekerja Surya Citra Televisi (SP SCTV) Agus Suhanda di sela Kongres II Federasi Serikat Pekerja Media Independen di Jakarta, Sabtu (23/2).

"Meski dalam berbagai berita disebutkan bahwa manajemen SCMA dan IDKM  berkomitmen tidak melakukan PHK, kenyataannya dalam keterangan tertulis di BEJ disebutkan, perseroan akan memperhatikan ketentuan UU Tenaga Kerja yang berlaku, termasuk apabila terdapat tenaga kerja yang tidak bersedia untuk melanjutkan hubungan ketenagakerjaanya maka sesuai Pasal 163 ayat 1 dari UU Tenaga Kerja, Pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja di mana pekerja berhak atas uang pesangon sebesar satu kali sesuai ketentuan UU Tenaga Kerja," jelas Agus [baca: Dimerger, SCTV-Indosiar Komit Tak PHK Karyawan].

Artinya, tambah Agus, mereka telah menyiapkan formulasi khusus untuk mem-PHK para pekerjanya, bahkan dengan pesangon yang terbilang murah. "Seperti biasa, SCTV dan Indosiar akan menggunakan jurus PHK dengan biaya semurah-murahnya," tegasnya.

Karena itu, kata Agus, kami juga bersiap-siap melakukan pendampingan dan advokasi terhadap anggota SP SCTV yang terancam PHK. "Kami berupaya agar anggota kami mendapatkan hak-haknya, tanpa mendapatkan intimidasi dan perlakukan sewenang-wenang pihak HRD," ujarnya.

Di sisi lain, proses merger itu dan alasan efisiensi tak membuat pemilik SCTV Raden Eddy Kusnadi Sariaatmadja tergeser dari posisi orang kaya di Indonesia versi majalah Forbes. Seperti dikutip dari Forbes, nilai kekayaan Eddy per November 2012 mencapai US$ 730 juta atau sekitar Rp 6,9 triliun. 

Kekayaan Eddy meningkat dua kali lipat setelah sukses mengakuisisi Indosiar dari Grup Salim di 2011 dengan nilai pembelian Indosiar oleh EMTK mencapai Rp 2,03 triliun. Pria berumur 59 tahun itu menggeser Aburizal Bakrie selaku pemilik group media Viva Group dari jajaran 40 orang terkaya di Indonesia versi Forbes [baca: SCTV-Indosiar Merger, Pemilik Elang Mahkota Masuk 40 Orang Terkaya Indonesia].

Selasa, 19 Februari 2013

Pemilik SCTV Bebal

Pemilik PT Surya Citra Televisi (SCTV) bebal dan benar-benar telah kehilangan sisi kemanusiaannya karena bersikeras memberlakukan kebijakan outsourcing dan menerapkan cara-cara intimidatif terhadap pekerja tetap yang menolak kebijakan itu. Demikian ditegaskan oleh Ketua Umum Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV) Agus Suhanda di tengah aksi unjuk rasa menolak RUU Ormas dan RUU Kamnas di di depan Gedung MPR/DPR di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (19/1) [baca: Tolak RUU Ormas dan RUU Kamnas].

"Kami tidak tahu, apa yang terjadi dengan Tuan Eddy Kusnadi Sariaatmadja dan Tuan Fofo Sariaatmadja? Selama ini kami dan hampir seluruh karyawan di lingkungan SCTV dan EMTK (induk perusahaan SCTV, red) mengenal mereka sebagai sosok yang religius dan humanis, tapi kenyataannya, mereka tetap bertahan dengan kebijakan ala perbudakan modern itu," kata Agus.

Agus merinci, pada pertengahan 2012 sebanyak 159 pekerja tetap mendapat perlakukan diskriminatif dan intimidatif agar bersedia di-PHK dan dipekerjakan sebagai pekerja outsourcing di bawah bendera PT ISS. "Sebanyak 119 pekerja tetap berhasil di-PHK dan dialihkan menjadi pekerja outsourcing, sedangkan 40 pekerja tetap lainnya menolak dan diganjar sanksi skorsing secara sepihak," tambahnya.

Mantan staf Divisi General Services itu juga membuktikan sikap bebal pemilik SCTV yang justru mencatatkan kasus tersebut ke Sudin Nakertrans Jakarta Pusat dan mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial. "Sekali lagi, ini membuktikan bahwa mereka merasa benar dengan kebijakan outsourcing dan berharap pengadilan pun membenarkannya. Bagi kami, ini merupakan bencana bagi kredibilitas SCTV dan bencana juga bagi sisi kemanusiaaan para pemilik modal SCTV," tegas Agus.

Meski demikian, kata Agus, kami siap menghadapi gugatan pihak SCTV dan bertekad akan terus memperjuangkan keadilan dalam kasus kebijakan outsourcing di SCTV tersebut. "Di belakang kami, di lingkungan SCTV sendiri, masih banyak yang bakal jadi korban. Di luar sana, banyak calon-calon korban yang bermimpi bekerja di menara gading itu. Hanya satu kalimat, lawan kebijakan outsourcing dan kami merindukan sosok Tuan Eddy Kusnadi Sariaatmadja dan Tuan Fofo Sariaatmadja yang religius dan peka terhadap persoalan kemanusiaan," harapnya.[]

Tolak RUU Ormas dan RUU Kamnas

Pengurus Serikat Pekerja PT Surya Citra Televisi (SP SCTV) menyerukan penolakan atas Rancangan Undang-undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) dan Rancangan Undang-undang Keamanan Nasional (RUU Kamnas) melalui aksi unjuk rasa yang digelar bersama ratusan aktivis yang tergabung dalam Koalisi Perjuangan Hak Sipil dan Buruh (KAPAS) dan Koalisi Kebebasan Berorganisasi (KKB) di depan Gedung MPR/DPR di kawasan Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (19/1). "Pemerintah dan DPR harus mencabut RUU tersebut!" tegas Ketua Umum SP SCTV Agus Suhanda.

Menurut Agus, RUU Ormas melanggar prinsip-prinsip hukum, demokrasi, dan hak asasi manusia. "Jika pemerintah dan DPR bersikeras melanjutkan pembahasan dan mengesahkan RUU Ormas, maka pemerintah dan DPR telah melakukan pemborosan anggaran untuk menghasilkan sebuah kebijakan yang jelas-jelas akan menghambat kemerdekaan berserikat dan berorganisasi masyarakat, mengacaukan sistem hukum, mengganggu independensi sistem peradilan Indonesia dalam menentukan keabsahan suatu perikatan termasuk di dalamnya badan hukum, mengabaikan sejarah ormas-ormas yang telah berkontribusi pada pembentukan dan kemerdekaan Indonesia, dan melakukan tindakan yang menurunkan citra dan kredibilitas Indonesia di mata dunia internasional sebagai negara demokratis," jelasnya.

Sementara itu, dalam aksinya KKB dan KAPAS mendesak pemerintah dan DPR agar mencabut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) dan mengembalikan pengaturan mengenai organisasi masyarakat kepada kerangka hukum yang benar dan relevan, yaitu berdasarkan keanggotaan (membership-based organization) yang akan diatur dalam UU Perkumpulan dan tidak berdasarkan keanggotaan (non membership-based organization) melalui UU Yayasan. Kedua, menghentikan pembahasan dan pengesahan RUU Ormas, serta mendorong pembahasan RUU Perkumpulan yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010-2014. Rancangan Undang-Undang Perkumpulan secara hukum lebih punya dasar, namun telah tergeser dengan RUU Ormas yang salah arah.

”Kami bertekad tetap menolak Inpres No. 2 Tahun 2013 itu serta RUU Kamnas dan RUU Ormas karena ketiganya jelas-jelas membahayakan perjuangan buruh dalam menuntut hak-haknya,” kata Presiden KSPI yang juga Presidium Majelis Pekerja Buruh (MPBI) Said Ikbal.

Setelah melakukan orasi di depan gedung DPR RI, beberapa perwakilan pendemo diterima oleh Wakil Ketua DPR RI Priyo Budi Santoso dan Ketua Pansus RUU Kamnas Malik Haramain.[]

Kamis, 14 Februari 2013

Buruh Bicara


Sekitar 500 pekerja PT Graha Sarana Duta (GSD) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Graha Sarana Duta (SEJAGAD) menuntut di pekerjakan kembali sebagai pekerja tetap di PT Telkom. Mereka belasan tahun ditempatkan dan menjaga aset-aset penting PT Telkom sebagai pekerja kontrak dan per 1 Januari 2013 lalu tidak dipekerjakan lagi.

“Ada indikasi pelemahan serikat pekerja (union busting) karena pekerja yang diputus hubungan kerjanya adalah anggota serikat pekerja,” jelas Sekretaris Jendral DPP ASPEK Indonesia Sabda Pranawa Djati.

Aksi yang didominasi dengan seragam dan atribut lengkap satpam lengkap itu diakhiri dengan push up serentak dengan menutup jalan. Akibatnya, selama beberapa menit jalan Gatot Subroto macet total [baca: PT Telkom Didemo Security].

Sementara itu pertengahan 2012, manajemen SCTV memberlakukan kebijakan outsourcing secara terbuka, dengan melakukan intimidasi dan pemaksaan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 159 pekerja tetap dari Divisi General Services. Walhasil, sekitar 119 pekerja tetap berhasil di-PHK dan diberikan “bonus” berupa dipekerjakan kembali dengan status sebagai pekerja outsourcing, sedangkan 40 pekerja tetap lainnya menolak hingga menerima keputusan skorsing secara sepihak.

Selama tujuh bulan terakhir, ke-40 pekerja tetap itu, didukung DPP Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK INDONESIA) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), memperjuangankan haknya melalui upaya hukum, serta aksi-aksi massa dan publisitas melalui media [lihat video: KERANDA SCTV].

Film dokumenter BURUH BICARA mengungkap aksi dua serikat pekerja di bawah afiliasi DPP Aspek Indonesia, serta kiprah para pendekar buruh di dalamnya. Dalam credit title juga diungkapkan bahwa film tersebut memang didedikasikan untuk para pendekar buruh, buruh yang berjuang, dan seluruh elemen masyarakat yang peduli dan mendukung perjuangan para buruh.

Selengkapnya, klik BURUH BICARA.[]

Rabu, 06 Februari 2013

SCTV Tidak Pernah Beritikad Baik

Manajemen PT Surya Citra Televisi (SCTV) tidak pernah memiliki itikad baik dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dengan para pekerja tetapnya. Demikian ditegaskan Heni Aria, istri pekerja tetap SCTV yang tengah diskorsing, dalam aksi solidaritas terhadap pekerja kontrak PT Telkom di halaman Kantor PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Rabu (6/2).

"Korban atas tindakan semena-mena SCTV bukan hanya Rangga, putra Pak Darmayanto, yang wafat setelah akses pengobatannya diblokir pihak SCTV. Anak saya juga nyaris menjadi korban dan sempat membuat kami nyaris putus asa," jelas Heni [lihat video: Istri Karyawan SCTV Memarahi HRD]. "Dan ini dilakukan secara sistematis. Intimdasi yang terencana, dengan harapan, teman-teman goyah dan bersedia di-PHK. Ini kan biadab!"

Heni menuturkan, intimidasi dilakukan sejak pemberian surat panggilan yang biasa dilakukan secara mendadak dan membuat siapa pun terkejut. "Setelah itu, pihak HRD akan melakukan tekanan-tekanan hingga ancaman untuk menyelesaikan masalah lewat pengadilan. Sebagian besar teman-teman kami takut dan malas berurusan dengan pengadilan, akhirnya mereka mengalah," katanya.

Akibat kebijakan outsourcing di perusahaan milik keluarga Sariaatmadja itu, kata Heni, 119 pekerja tetap berhasil di-PHK dan diberi bonus dipekerjakan kembali sebagai pekerja outsourcing, sedangkan 40 pekerja tetap lainnya menolak dan diskorsing secara sepihak. "Lucunya, pekerja outsourcing itu sekarang diangkat sebagai pekerja PT ISS dengan upah 1,5 juta Rupiah, padahal kami menerima upah 2,2 juta Rupiah," tambahnya.

Selain Heni yang mewakili Serikat Pekerja SCTV (SP SCTV), aksi para pekerja kontrak PT Telkom itu juga didukung oleh sejumlah serikat pekerja di bawagh afiliasi Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia. "Sekitar 120 anggota Aspek Indonesia asal Bekasi juga meramaikan aksi kali ini," jelas Sekjen DPP Aspek Indonesia Sabda Pranawa Djati.

Aksi pekerja kontrak PT Telkom yang tergabung dalam Serikat Pekerja Sarana Duta Graha (SEJAGAD) dilakukan sejak Selasa (4/2) kemarin. Selain berunjuk rasa di halaman kantor PT Telkom, aksi serupa juga dilakukan di halaman PT Sarana Duta Graha di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, dan menginap di kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhari, Jakarta Pusat.[]